Berbicara tentang peringatan hari Anak Nasional, saya jadi ingat sesuatu. Waktu saya berumur 3.5 tahun, saya diasuh oleh bude dan berpisah tempat tinggal dengan orangtua; ibu bekerja di Jakarta Pusat, bapak bekerja di Brunei Darussalam, sedangkan saya menetap di Jakarta Selatan. Perbedaan lokasi ini membuat kami terasa sangat jauh dalam hal family bonding.
Ibu saya hanya datang dan menginap di rumah bude setiap Sabtu malam, libur di hari Minggu saja, dan berangkat bekerja kembali di hari Senin hingga Sabtu. Begitu seterusnya. Bapak saya hanya pulang ke Indonesia dua kali setahun, dan menetap selama dua minggu saja di rumah.
Ketika saya beranjak remaja, saya pindah dari rumah bude dan ibu memutuskan untuk mengontrak di dekat rumah bude, tapi ibu masih tetap bekerja, sehingga saya di rumah sendirian dari siang sepulang sekolah hingga malam. Saya akhirnya sering mengundang teman-teman untuk bermain di rumah saya agar gak merasa kesepian. Bapak sering mengirim surat dan foto-foto selama Beliau di Brunei. Setiap saya berulang tahun, Bapak selalu mengirim hadiah bagus; PlayStation, sepatu roda, remote control, boneka yang besaaaar sekali, tapi kehadirannya tetap terasa asing karena hubungan jarak jauh.
Pola asuh bude saya mungkin juga banyak mempengaruhi kehidupan dan cara pandang saya hingga dewasa. Belum lagi, ada banyak peristiwa yang gak bisa saya lupakan hingga sekarang, dan mungkin ini yang sering disebut orang-orang sebagai inner child yang terluka. Kehidupan masa lalu saya kerap menjadi beban dan dendam yang secara gak sadar saya bawa hingga dewasa, dan mempengaruhi kehidupan saya di masa depan.
Hubungan sosial saat saya dewasa pun jadi banyak kendala, apalagi sejak ibu dan bapak saya resmi berpisah dan mengakhiri kehidupan rumah tangga mereka. Banyak kejadian yang cukup membuat masa kecil saya mengalami trauma. Saya mungkin adalah salah satu anak yang gak bahagia.
INNER CHILD YANG TERLUKA
Saya sendiri belum pernah menjalani konsultasi dengan psikolog/psikiater terkait permasalahan saya, tetapi saya cukup menyadarinya, bahwa saya memiliki sedikit masalah dalam bersosialisasi, karena sering menyimak informasi mengenai self-healing dan inner child dari beberapa tokoh psikolog yang membagikan kontennya di sosial media atas dasar edukasi. Salah satunya adalah konten dari Mbak Anastasia. Beliau berkata bahwa proses mencintai dan menerima diri sendiri itu butuh latihan yang harus dijalankan terus-menerus.
Dari Mbak Anastasia pula saya tahu video di YouTube yang berjudul 'I Had a Dog, His Name is Depression' yang di-upload oleh WHO, sebagai edukasi bahwa kita bisa terus berusaha dan berjuang melawan depresi di dalam kepala kita. Inner child yang terluka mungkin terbentuk di semua masa lalu orang, tapi hanya segelintir orang yang bisa lepas dari beban itu, memaafkan diri sendiri, dan menerima bentuk dirinya di hari ini.
Sembuh dari inner child yang terluka mungkin sulit, dan bahkan saya belum sampai juga pada tahap itu. Tapi, saya pernah dengar dari ucapan seorang Blogger dan Influencer, Alodita, dari Instagram Story-nya, bahwa kita gak bisa berharap pasangan kita dapat menyembuhkan inner child kita yang terluka, karena itu adalah hal yang personal, semua itu adalah tanggung jawab kita sendiri, bukan orang lain.
Masa lalu yang belum sembuh ini mungkin tanpa sadar selalu dibawa hingga kita dewasa, menikah, dan memiliki anak. Kemudian proses membesarkan dan mendidik anak juga akan terhambat, atau bermasalah, lalu anak juga akan merasakan masa kecil yang gak bahagia. Ia akan membawa memori ini hingga ia besar, dan ini semua akan selalu berulang tanpa ujung seperti lingkaran setan.
MEMBENTUK KARAKTER ANAK YANG SEHAT SECARA MENTAL
Ketika kita menjadi anak, kita akan selalu merasa bahwa segala sesuatu yang orangtua lakukan adalah salah, menghambat, dan banyak aturan. Ketika kita menjadi orangtua, kita akan selalu merasa paling tahu apa yang seharusnya anak lakukan, demi kebaikan mereka. Padahal, anak hanya butuh bahagia, butuh keluarga yang hadir secara fisik dan mental, agar anak merasa selalu 'fully content' dalam keluarga intinya. Maka, perkembangan anak pun akan berjalan dengan baik.
Anak yang bahagia adalah anak yang akan selalu merasa bahwa rumah dan keluarga menjadi hal yang paling penting dalam hidupnya, sehingga apapun nilai dan karakter yang dibentuk oleh orangtuanya dapat terserap dengan baik. Maka, kita sebagai orangtua, harus lebih dulu berdamai dengan diri kita di masa lalu. Saat semua hal sewaktu kecil tidak bisa kita rasakan secara penuh dan lengkap, maka berikan dan dukung sepenuhnya untuk anak, bukan justru menuntut anak menjadi lebih baik daripada orangtuanya di masa lalu.
Kita pasti sering dengar, kan, kasus anak yang dipaksa sekolah dan bekerja oleh orangtuanya di bidang tertentu, karena dulu orangtuanya gak kesampaian? Padahal, kalau kita mau tanya ke anak dulu, apakah ia juga setuju dengan keputusannya? Apakah ia keberatan dengan hal itu? Apakah ia juga suka dengan bidang itu?
Anak tetap punya hak menentukan pilihannya, meskipun orangtua merasa pilihannya adalah yang terbaik, tapi belum tentu itu semua sama di mata anak. Menjaga kesehatan mental anak sejak dini adalah sesuatu yang sangat penting, yang harus menjadi agenda utama semua orangtua.
MEMPERINGATI HARI ANAK NASIONAL
Hari ini, tanggal 23 Juli 2021, bertepatan dengan hari Anak Nasional, yang sudah setiap tahun kita peringati. Dengan adanya hari Anak Nasional, kita semua juga berharap bahwa anak-anak memiliki perkembangan yang baik dan sehat, serta mendapatkan hak yang sudah seharusnya mereka dapatkan, sesuai dengan Konvensi Hak Anak PBB. Konvensi ini dibuat agar tiap anak dijamin oleh negara untuk tumbuh sehat, bersekolah, dilindungi, dan mendapat perlakuan yang adil.
Apa hubungannya dengan orangtua yang harus berdamai dengan masa kecil?
Orangtua yang sudah dapat menerima dirinya sebagai versi terbaik hari ini, adalah orangtua yang telah berdamai dengan masa lalu, menyembuhkan luka, dan membuang beban yang selama ini dipikulnya, untuk dapat membesarkan dan mendidik anak dengan cara yang sangat baik, sehingga anak bisa tumbuh sehat secara fisik dan mental. Dengan begitu, anak gak akan punya trauma atau luka masa kecil yang ia bawa hingga ia dewasa kelak.
Di hari Anak Nasional ini, mari kita berkesadaran lagi bahwa kita dapat menghabiskan waktu bersama anak dengan penuh cinta. Mereka harus memiliki kenangan masa kecil yang bahagia bersama orangtua dan keluarganya. Di hari Anak Nasional ini, mari kita apresiasi kehadiran anak dengan memberikannya kebutuhan dan rasa aman saat bersama keluarganya.
SEJARAH HARI ANAK NASIONAL
Penggagas utama adanya hari Anak Nasional adalah Kongres Wanita Indonesia (KONGWANI) pada tahun 1951. Setelah melalui berbagai sidang dan perubahan tanggal, maka akhirnya sesuai dengan Keputusan Presiden (Keppres) No. 44/1984, ditetapkanlah hari Anak Nasional di tanggal 23 Juli, sedangkan hari Anak Internasional jatuh pada tanggal 1 Juni.
Mengapa memilih 23 Juli?
Pemilihan tanggal ini juga bertepatan dengan pengesahan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Anak pada 23 Juli 1979. Hingga saat ini, peringatan hari Anak Nasional selalu menyelenggarakan berbagai aktivitas dari tingkat pusat hingga daerah untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara ramah anak.
IDE MENGHABISKAN HARI ANAK NASIONAL BERSAMA KELUARGA SAAT PANDEMI
Saat pandemi, anak-anak menjadi kehilangan kebebasan untuk bermain di luar. Kegiatan sekolah pun terbatas hanya dengan cara online saja, karena kondisi tidak memungkinkan untuk melakukan pembelajaran tatap muka. Meskipun begitu, masih ada banyak hal yang bisa kita lakukan bersama anak di rumah saat hari Anak Nasional.
Tunjukkan ke anak-anak, bahwa ini adalah hari spesial yang ditujukan khusus untuk mereka! Pasti mereka akan excited banget dan merasa dianggap penting oleh orangtuanya.
Nah, saya punya beberapa ide menarik untuk diterapkan di rumah nih! Mau tahu? Yuk baca list di bawah ini:
- Memasak camilan kesukaan bersama: popcorn, sandwich, keripik, atau dessert semacam pudding, mug cake, dan bolu.
- Menonton film dengan tema keluarga sambil makan camilan buatan sendiri.
- Membeli board game yang bisa dimainkan dengan 3-4 orang: ular tangga, uno, monopoli. Ini bisa jadi media nostalgia juga buat orangtuanya, lho!
- Lomba menggambar di kanvas, lalu hasilnya dipajang di dinding kamar.
- Unjuk kebolehan sesuai dengan minat masing-masing, misalnya: Ibu menyanyi, anak menari, Ayah sulap. Lalu kita bisa saling mengapresiasi keahlian tersebut.
- Pasang tenda di halaman depan rumah malam hari, ngobrol bareng tanpa gadget, serasa camping di atas gunung hihi.
Punya ide lain? Yuk share di komentar, hari ini kalian sekeluarga ada rencana atau kegiatan apa aja nih?
Source: