The Hardest Part of Life - 2020
Tulisan ini memang bisa dibilang super terlambat, karena hari ini, kita udah menjalani bulan kedua di tahun 2021. Tapi, ingatan tentang perjalanan 2020 gak pernah bisa kita lupakan. Setuju? Berbekal tulisan ini, saya pengin banget suatu hari nanti, bisa mengingat perjalanan sulit itu, mengenang bahwa ternyata setidaknya kita bisa bertahan meski harus berjalan terseok-seok. Kegagalan demi kegagalan, penundaan, dan ketidakpastian menghantui kita semua, bahkan masih berlangsung hingga hari ini. Mari ucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada diri kita, untuk segala perjuangan yang tak pernah berhenti meski selalu ada tangis dan penyesalan setiap harinya. Semoga tetap masih ada banyak syukur di antaranya.
DISERANG PANDEMI
Covid-19 merupakan hal baru yang tiba-tiba menghantam seluruh manusia di bumi. Seakan hukum seleksi alam, satu per satu gugur dengan sangat mengejutkan. Setiap hari, ada ratusan kubur yang tergali, jutaan manusia berjuang dalam batas hidup dan mati, dan yang lainnya terkurung tanpa bisa saling membantu. Virus ini seperti merenggut kebahagiaan kita tanpa ampun. Meski tak sedikit juga yang bisa pulih, tapi catatan medis tak pernah bisa hilang. Selamanya, tubuh kita akan mengenal penyakit ini. Dan mungkin saja kita masih harus terus hidup berdampingan selama bertahun-tahun, jika tidak segera ditangani.
Bulan Maret esok, tepat satu tahun virus ini menyerang Indonesia. Masih banyak yang akhirnya kena, meskipun sudah memperketat protokol kesehatan, dan selalu berada di dalam rumah. Ketularan dari siapa, coba? Ya, gak ada yang tahu. Banyak sekali orang tanpa gejala di sekitar kita, banyak sekali orang bergejala yang sengaja tidak isolasi mandiri, atau bahkan tidak swab test untuk memastikan apakah dirinya positif atau tidak, banyak sekali orang positif bergejala ringan yang tidak isolasi mandiri dan tetap pergi ke sana-sini, lalu tidak ada yang tahu bahwa ia membawa virus itu pula tersebar ke orang-orang sekitarnya yang akan ikut tertular. Yah, begitulah. Kita tidak bisa selalu mengontrol orang lain, jadi yang bisa kita lakukan hanya menjaga kesehatan dan kebersihan diri sendiri dan keluarga di rumah, yang bahkan, masih juga bisa terkena giliran "dikunjungi" tamu tak diharapkan itu. Virus ini bukan hanya merenggut nyawa, tetapi juga kemanusiaan. Tak jarang berita sedih disiarkan, tentang bagaimana pasien tidak tertolong karena rumah sakit kuwalahan, tentang jenazah yang tidak diterima warga, tentang penyintas yang sudah sembuh tapi tetap dikucilkan, tentang pasien yang diusir dari rumah oleh warga karena takut tertular, tentang angka kematian yang terus bertambah namun tak juga ada peningkatan pencegahan dari pemerintah. Dan tak lepas juga dari berbagai macam hoax yang menyerang, lebih kuat dari virus itu sendiri. Hidup kita dibuat sangat lelah, tanpa jeda.
Setahun kemarin, tak hanya virus yang merenggut ketenangan hidup, tetapi juga bencana alam, masalah politik, resesi, kebangkrutan ekonomi, perceraian, dan masih banyak lagi kasus lainnya. Kita seperti dihadapkan pada tahun terberat, yang menuntut kita untuk kuat atau lewat. Semua hal hanya bisa kita yakinkan pada diri sendiri. Sejauh apa kita bisa bertahan, apa yang harus kita lakukan, bagaimana jika itu semua terjadi di dalam keluarga inti kita sendiri, sampai kapan kita harus menghadapi kecemasan ini???
Di dalam keluarga saya pribadi, saya telah menghadapi bahwa salah seorang anggota keluarga serumah harus terkena virus covid-19, selama sebulan lebih harus berjuang untuk pulih agar bisa berkumpul lagi seperti biasa. Dan saya gak mau sampai harus ada kasus kedua, karena itu semua sangat melelahkan. Kesedihan, mental yang down, kecemasan, kesakitan, diri kita yang super sensitif juga akhirnya terdorong keluar memberontak. Salah bertindak atau berkata sedikit saja, bisa kacau seisi rumah. Itu adalah waktu di mana semua keadaan diperas kencang, seakan napas saja tidak keluar dengan lega. Meskipun akhirnya bisa pulih dan beraktivitas seperti semula, sejarah itu tetap membekas selamanya. Menghantam kepala kita untuk lebih waspada. Virus ini tak pandang bulu, siapapun bisa saja terpilih dan tak bisa berbuat apa-apa lagi selain berjuang pulih. Jika ada penyakit bawaan atau termasuk golongan lansia, kesempatan pulih menjadi lebih sedikit, karena kondisi dan tubuh yang berbeda dan lemah mungkin akan kalah.
KEGAGALAN BANYAK RENCANA
Selain menghadapi virus itu, banyak pula kegagalan yang harus kami terima. Ditampar oleh kegagalan memang sakit, gak ada duanya. Tapi kita gak bisa terus menunduk sedih, harus ada lagi momen yang membuat kita bangkit dan berusaha dari nol lagi. Rencana kita untuk mulai membangun rumah sendiri gagal, rencana kita untuk pindah ke luar kota gagal, rencana kita untuk bepergian juga gagal, bahkan sesederhana rencana untuk menginap ke rumah sanak saudara pun juga gagal. Ke mana lagi kita harus berdiri? Kita dipaksa untuk tetap di rumah. No way out! Kebayang banget stresnya dikurung, tanpa bisa berbuat banyak. Tabungan habis, penghasilan berkurang, pekerjaan dibatalkan, itu terjadi pada kita semua sepanjang tahun. Bisa berdiri dengan kaki sendiri saja sudah bersyukur, jangan harap bisa mewujudkan mimpi yang kemarin sudah direncanakan rapi, karena tahun ini memang tahun kegagalan bagi banyak orang. Tetapi kemudian kita sadar, kita gak bisa terus menerus merunduk tanpa melawan. Kita pasti bisa melakukan banyak hal lain, mengumpulkan semangat kembali dari nol, menciptakan hal yang kemarin sudah punah, dan bangun bersama. Tak mau kalah.
Banyak praktisi dan ahli menggelar kelas online, banyak platform yang menyuguhkan pembelajaran online gratis, banyak hobi yang masih bisa disalurkan meski hanya di dalam rumah, banyak kegiatan yang bisa dilakukan untuk menghibur si Kecil agar tidak bosan di rumah, meski mereka tetap butuh ruang gerak yang luas untuk menyalurkan energinya. Anak-anak butuh bergerak bebas, lepas, dan menghabiskan masa bermainnya dengan puas. Mereka juga merasakan perjuangan karena tidak bisa bermain lepas di ruang terbuka, tidak bisa merasakan bahagianya bermain di playground, bertemu teman sebaya, berenang di waterpark, berjalan-jalan di mall, makan di luar bersama keluarga, semua hanya bisa ditahan untuk bisa dilakukan entah kapan. Saya pribadi, mengikuti kelas online menjahit masker kain, mengikuti kelas memasak, mengajak anak membuat kue/camilan dengan resep sederhana, dan bahkan merayakan ulang tahun anak di rumah hanya dengan keluarga dan saudara dekat, membelikan kue ulang tahun kesukaan dengan pilihannya sendiri, memesan banyak balon, membuka kado bareng-bareng, membelikan mainan edukasi yang bisa dimainkan dengan banyak cara supaya tidak bosan. Kami masih bisa bahagia, meski semua serba terbatas. Meski di tengah penyesalan atas berbagai kegagalan. Meski di antara kecemasan saat virus itu "mampir" di rumah kami. Meski semua mimpi masih harus tertanam jauh di dasar hati. Kami masih bersama, dan akan tetap bersama, menyelimuti diri dengan syukur, dan selalu belajar untuk terus maju. Berjalan perlahan lebih baik dibanding diam di tempat, bukan?
Kelas online menjahit face mask bareng Imaji Studio |
Ini hasilnyaaa, bagus banget yaaa :) btw ini jahit tangan loh! |
Pada akhirnya, tahun 2021 membuat kami merasa harus bisa menebus segala kekurangan tahun lalu, lebih banyak bersyukur, lebih banyak berusaha, dan tidak menyia-nyiakan kesempatan hanya karena kecemasan. Kami sadar betul sudah banyak yang hilang; semangat, mimpi, harapan, tapi di tahun ini, kami ingin bertumbuh.
Tags:
thoughts
0 comments
Thank you for meeting me here! Hope you will be back soon and let us connect each other 😉